Minggu, 29 Mei 2022

"Hutan Jawa Harus Diselamatkan, Tolak SK 287 tentang KHDPK"

Seminar Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus dan Eksistensi Hutan Jawa

Pelaksanaan seminar kawasan hutan dengan pengelolaan khusus di UGM Yogyakarta
YOGYA, KABARINDONESIA.CO.ID - Serikat Pekerja dan Pegawai Perhutani (SP2P) bersama Perum Perhutani dan dekanat Fakultas Kehutanan UGM telah menyelenggarakan seminar pada  Sabtu 28 Mei 2022. Seminar digelar di Gedung Grha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengambil tema “Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) dan Eksistensi Hutan Jawa”.

Seminar ini menghadirkan keynote speaker Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang diwakili Sekretaris Jenderal LHK Dr Ir Bambang Hendroyono MM, pembicara dari pakar lingkungan dan kehutanan Dekan Fakultas Kehutanan UGM Sigit Sunarta SHut MP MSc PhD, pakar kehutanan IPB Dr Ir Hariadi Kartodihardjo MS, pakar sosiologi antropologi Dr Arie Sujito SSos MSi dan pakar hukum Dr Totok Dwi Diantoro SH MA LLM.

Selain pembicara, penyelenggara juga menghadirkan penanggap antara lain pemerhati lingkungan Dr Ir Transtoto Handadhari, aktivis lingkungan Dr Ir Haryadi Himawan, pembina paguyuban Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Jawa Timur Ir Kristomo, Yayasan JAVLEC Dr Ir Hery Santoso MP dan Ketua Almadhina Muhammad Adib.

Moderator seminar oleh Teguh Yuwono SHut MSc dan Widiyanto SHut MSc PhD. Peserta seminar dari berbagai kalangan antara lain : tokoh LMDH dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten Blora, Pemerintah Kabupaten Tuban, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, pemerhati hukum dari Unair, kalangan jurnalis, karyawan Perhutani dan masyarakat umum.

Banyak pihak menyerukan penolakan terhadap SK Menteri LHK nomor 287/2022
Ketua Umum SP2P Heri Nur Afandi menyampaikan, seminar dilaksanakan untuk menyikapi dinamika yang berkembang pasca beredarnya SK Menteri LHK nomor 287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 tentang Penetapan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) pada hutan negara yang berada pada Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung di Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten seluas ± 1.103.941 hektare, terdiri atas hutan produksi seluas ± 638.649 Ha (58%) dan hutan lindung seluas ± 465.294 (42%) dan mempertimbangkan isu adanya risiko yang ditimbulkan pada aspek lingkungan, hukum, kesiapan pengelola baru dan pengurangan karyawan.

Seminar selama sehari ini menunjukkan, kebijakan KHDPK belum dapat diterima semua pihak. SK 287/2022 menyebabkan konflik dan beberapa daerah menjadi tidak kondusif dengan beredarnya isu bagi-bagi kawasan hutan ke pemangku baru.

Seminar ini mengusulkan untuk penundaan SK 287/ 2022, melakukan executive review dengan melibatkan berbagai pihak dan perlunya langkah-langkah penanganan konflik yang terjadi di kawasan hutan.

Dr Totok Dwi Diantoro dalam materinya menyampaikan, SK 287 tentang KHDPK ini merupakan implementasi dari PP 23 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan dan merupakan turunan dari UU Cipta Kerja berpotensi melanggar Putusan MK 91/PUU-XVIII/2020 (ditetapkan tanggal 25 November 2021). Isi putusan tersebut antara lain menyatakan pembentukan UUCK melanggar UUD NKRI 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "tidak direvisi dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini” dan menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UUCK.

Penetapan areal KHDPK seluas 1,1 juta hektare dapat dipandang sebagai keputusan yang bersifat strategis dan berdampak luas mengingat luas 1,1 juta hektare tersebut kurang lebih 45% kawasan hutan produksi dan hutan lindung milik negara di Pulau Jawa dan Madura.

Dr Arie Sujito dalam paparannya menyampaikan, perlu dibuat road map kebijakan yang komprehensif, tidak sekadar berhenti pada politik populisme; karena itu fase transisional diperlukan dengan melibatkan publik dalam mengantisasipasi distorsi kebijakan, mempertimbangkan subjek penerima manfaat, dengan tetap menjaga nilai kelestarian alam, keadilan ekologi serta hutan yang bermakna sosial ekonomi.

Ir Heri Santoso sebagai salah satu penanggap juga mengingatkan pemerintah agar tidak hanya fokus pada menetapkan kawasan KHDPK saja, namun juga harus menyiapkan pendampingan subjek pengelola KHDPK untuk dapat memperoleh market access player. Hal ini berkaca kepada Perhutanan Sosial yang telah berjalan seluas 4 juta hektare di luar Pulau Jawa yang kurang lebih
50%-nya mangkrak.

Para pembicara dan penanggap menyampaikan pentingnya eksistensi hutan Jawa agar dipertahankan mengingat hutan Jawa sebagai penyangga kehidupan di Pulau Jawa. Perwakilan Pemerintah Kabupaten Blora dan beberapa peserta yang berkesempatan menyampaikan pendapat juga meminta agar SK 287 tentang KHDPK ini agar ditunda pelaksanaannya karena di tingkat tapak riskan terjadi
konflik.
 

Saat ini saja ketika SK beredar sudah mulai ada kelompok masyarakat yang melakukan klaim kawasan hutan dengan memasang patok-patok padahal secara eksisting pada lokasi tersebut sudah ada masyarakat lokal (LMDH) yang terlibat dalam kerja sama pengelolaan hutan bersama Perhutani.

Sementara itu, Sugito (Sekjen SP2P) selaku perwakilan SP2P menyampaikan sikap SP2P yaitu sebagai warga Rimbawan yang setiap hari berkegiatan di hutan, menyemai benih pohon, menanam Jati, menanam Pinus, merawat pohon, berbagi dan bekerja sama langsung dengan kelompok masyarakat sekitar hutan dalam membangun hutan dan meningkatkan manfaat ekonomi hutan dan kawasan hutan bagi masyarakat desa hutan, (tentang kerja sama ini, banyak contoh keberhasilan dalam pengelolaan hutan pada lokasi Kulin KK).  

Pihaknya melihat terbitnya SK 287 tentang KHDPK yang tidak dibarengi atau diikuti kesiapan Kementerian LHK membuat aturan tata kelola kawasan KHDPK, tanpa penyiapan fase atau tahapan transisi yang jelas, tanpa penyiapan pemahaman kepada pihak yang berpotensi menjadi subjek pengelola KHDPK tentang pemulihan hutan. 

"Serta potensi pelanggaran terhadap Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tanggal 25 November 2020, maka kami menyatakan menolak SK 287 tentang KHDPK," tegas Sekjen SP2P.

Dalam penutup seminar, moderator menyampaikan hasil seminar ini akan dibuat suatu rumusan rekomendasi tentang kebijkan KHDPK yang akan disampaikan kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (*/tp sp2p)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERKINI

Space Available

Jadwal Penerbangan Bandara Juanda Surabaya